Al-Quds, Sahabat Palestina Memanggil – Pasukan penjajah Zionis Israel meningkatkan langkah-langkah Yahudisasi di kota suci al-Quds yang mereka duduki. Pekan lalu, terjadi operasi serangan sengit yang dilakukan pasukan penjajah Zionis Israel terhadap lembaga-lembaga dan institusi-institusi Palestina di kota suci al-Quds. Tujuannya adalah untuk menyerang identitas kota suci al-Quds yang berkarakter Arab-Palestina dan menerapkan kontrol budaya dan keamanan Yahudi atas kota suci tersebut.

Pada hari Rabu pekan lalu, otoritas pendudukan penjajah Israel menutup institusi-institusi Palestina di kota suci al-Quds untuk jangka waktu enam bulan. Pentupan ini dilakukan berdasarkan keputusan dari menteri keamanan dalam negeri penjajah Israel.

Penjajah Israel menangkap Direktur Pendidikan di Al-Quds, Samir Jibril, serta menutup masjid Rasasi di Kota Tua dan mengambil kuncinya, menahan para staf sekolah Panti Asuhan Islam selama beberapa jam di dalam masjid. Mereka juga menangkap Gubernur al-Quds, Adnan Ghaith, setelah menyerbu rumahnya di kota Silwan, di selatan Masjid Al-Aqsha.

Pasukan pendudukan penjajah Israel menyerbu kantor Biro Televisi Palestina, yang merupakan milik Lembaga Penyiaran dan Televisi Palestina. Mereka menempel di pintu-pintu kantor keputusan penutupan kantor tersebut selama enam bulan. Mereka juga menyerahkan surat pemanggilan kepada koresponden lembaga tersebut, Christine Renawi, untuk menjalani pemeriksaan.

Pasukan penjajah Israel juga menyerbu Pusat Kesehatan Arab di Jalan Sultan Sulaiman di al-Quds, menyita beberapa file dan kamera pengawas serta menangkap direkturnya, Ahmad Sorour. Mereka juga menangkap Direktur Kantor Produksi Gambar Televisi, Ayman Abu Ramoz.

Dukungan AS

Menteri Luar Negeri AS Mike Pompeo pada Senin malam (18/11/2019) mengatakan bahwa Washington tidak lagi menganggap permukiman ilegal Yahudi di Tepi Barat yang diduduki oleh Israel pada tahun 1967 sebagai proyek yang “tidak konsisten dengan hukum internasional”. Hal ini bertentangan dengan pendapat hukum Departemen Luar Negeri AS tahun 1978 yang menyatakan bahwa permukiman ilegal Yahudi di wilayah Palestina yang diduduki Israel adalah proyek yang “tidak mematuhi hukum internasional”.

Para pengamat dan para pakar masalah al-Quds atau Yerusalem menegaskan bahwa sejak Trump menjadi presiden Amerika Serikat, tindakan sepihak AS terhadap masalah Palestina tidak pernah berhenti. Hal itu dimanfaatkan dan dieksploitasi oleh penjajah Israel untuk kepentingan proyek strategis Zionis untuk mengendalikan dan menguasai al-Quds dan Palestina.

Kampanye dan operasi penutupan lembaga-lembaga dan insitusi-institusi Palestina di al-Quds dilakukan penjajah Israel hanya dua hari setelah keputusan Menteri Luar Negeri AS Mike Pompeo tentang permukiman ilegal Yahudi di Palestina tersebut. Yang isinya memberi lebih banyak dukungan kepada penjajah Israel untuk melanjutkan proyek-proyek yahudisasinya di al-Quds dan Tepi Barat.

Sindikat Serikat Dagang Islam Palestina merasa bahwa tindakan penjajah Israel yang terus melanjutkan serangannya terhadap eksistensi Palestina di kota al-Quds dan eskalasi serangan terhadap lembaga-lembaga Palestina yang beroperasi di kota itu, sangat berbahaya.

Sindikat Serikat Dagang Islam Palestina menegaskan bahwa tindakan penjajah Israel yang menutup tiga lembaga layanan yang bekerja di bidang pendidikan, kesehatan dan media di al-Quds, adalah bagian dari kebijakan untuk menggesa dan mempercepat yahudisasi kota al-Quds, tempat-tempat suci serta lembaga-lembaganya.

Penyerangan identitas

Pakar masalah al-Quds, Khaled Zabarqa, kepada Pusat Informasi Palestina mengatakan bahwa bahaya penutupan lembaga-lembaga Palestina ini terjadi pada beberapa tingkatan. Yang paling utama adalah serangan terhadap hak rakyat Palestina untuk hidup, hak mereka atas identitas Palestina dan hak menentukan nasib sendiri, serta serangan terhadap identitas Palestina-Arab pada al-Quds dan Masjid Al-Aqsha.

Zabarqa menjelaskan bahwa penjajah Israel berusaha untuk mengubah karakter umum al-Quds. Mereka ingin menyerang lembaga-lembaga di al-Quds yang berkarakter Palestina. “Di sisi lain, mereka ingin menghubungkan manusia Palestina dengan lembaga-lembaga penjajah Israel, sebagai bagian dari yahudisasi kesadaran, dan menghubungkan manusia Palestina dengan lembaga-lembaga pelayanan Israel yang jauh dari karakter Palestina,” terangnya.

Pengacara Palestina ini menegaskan bahwa penjajah Israel telah mengambil keputusan untuk mengubah al-Quds menjadi kota Yahudi. Dia menekankan bahwa bahaya besar terletak pada israelisasi masyarakat al-Quds Palestina, dan upaya menghubungkan mereka hanya dengan lembaga-lembaga Israel.

Zabarqa menyerukan kepada semua warga Palestina untuk memperhatikan dengan cermat langkah-langkah ini. Dengan mengatakan bahwa apa yang terjadi adalah “bagian dari kesepakatan abad ini (deal of century), yang sedang dilaksanakan tanpa diumumkan.”

Dia mengatakan, “Kelancangan Israel yang berani kepada manusia Palestina ini terjadi karena kemerasotan kondisi tingkat resmi Palestina, serta dukungan yang tidak terbatas dari Amerika, terutama setelah pemindahan Kedutaan Besar AS ke al-Quds atau Yerusalem, serta pengakuan kota al-Quds oleh Amerika sebagai ibukota negara entitas penjajah Zionis.”

Zabarqa menambahkan, “Masalah ini memiliki banyak dimensi. Penjajah Israel secara terus menerus bekerja dengan menu yang sangat kecil untuk mencapai tujuan akhir, yaitu mengubah al-Quds menjadi kota Yahudi tanpa dinyatakan dengan terang-terangan.”

Infiltrasi tanpa batas

“Sejak pemindahan Kedutaan Besar AS ke al-Quds, penjajah Israel telah mengambil tindakan ini sebagai dalih untuk melakukan yahudisasi segala hal di kota al-Quds. Penjajah Israel mulai melakukan infiltrasi tanpa batas terhadap apa saya yang bersifat Palestina di al-Quds.” Demikian menurut pendapat Saleh Shuweiki dari Komite untuk Pertahanan Tanah al-Quds.

Kepada Pusat Informasi Palestina, Shuweiki menjelaskan bahwa langkah-langkah Yahudisasi tidak dimulai hari ini, namun telah dimulai dengan pembagian Masjid Al-Aqsha dan penutupan beberapa gerbangnya, dan di perjalanannya sekarang mereka menutup segala jenis lembaga Palestina, baik media, pendidikan, kesehatan dan lain sebagainya.

Pejabat Palestina ini meyakini bahwa kebijakan ini akan gagal sebagaimana kegagalan penjajah Israel dalam memberlakukan pintu-pintu elektronik di al-Aqsha. Dia menyerukan ada gerakan dan sikap tegas Palestina terhadap langkah-langkah yang dilakukan penjajah Israel tersebut.

Shuweiki meminta Otoritas Palestina untuk mengambil sikap tegas. Dia juga meminta pemerintah Yordania bersikap yang sama dalam kapasitasnya sebagai pemegang mandat yang membawahi Departemen Wakaf Islam di al-Quds. Shuweiku menjelaskan bahwa lembaga-lembaga yang ditutup penjajah Israel di al-Quds adalah lembaga-lembaga milik Otoritas Palestina.

Shuweiki menyatakan bahwa bahaya ini sudah dimulai sejak penjajah Israel mulai menerapkan kurikulum Israel di sekolah-sekolah Arab di al-Quds. Penjajah Israel kala itu memberikan dana yang menarik dan menggiurkan bagi beberapa sekolah yang mengganti kurikulum Palestina dengan kurikulum Israel. (sumber : info palestina)

Bagikan